|
Thursday, November 5, 2009
Tokoh-tokoh Betawi
Sejarah wayang kulit betawi
PERNAHKAH Anda menonton Wayang Kulit Betawi? Hampir dapat dipastikan jawabannya serempak: Boro-boro menonton, mendengar Betawi punya wayang saja baru kali ini. Selama ini masyarakat dan warga Betawi -- terutama generasi muda -- umumnya hanya mengenal Wayang Kulit dari Jawa Tengah dan Wayang Golek asal Jawa Barat.
Ironis memang. Padahal, hingga era 80-an pedalangan Betawi mencapai puncak kejayaannya dan tercatat ada sekitar 16 grup pedalangan. Masa keemasan juga ditandai dengan Festival Wayang Kulit Betawi yang digelar Dinas Kebudayaan DKI Jakarta setiap tahun. Selama itu pula, publikasi Wayang Betawi sangat gencar. Bahkan TVRI berkali-kali memberikan kesempatan kepada para dalang Betawi untuk tampil.
Sayangnya, belakangan Wayang Betawi yang juga dikenal Wayang Tambun--konon wayang ini berkembang di Tambun, Bekasi era 70-an--sulit berkembang. Seiring dengan gerusan zaman, hanya segelintir dalang saja yang dapat bertahan. Tersisihnya Wayang Betawi ditengarai lantaran kesalahan para dalang. Umumnya, dalang Betawi tidak profesional. Padahal, kalau kreatif menggali bermacam lakon yang sesuai dengan zamannya pasti akan menarik untuk ditonton.
Wayang Betawi memang sulit bangkit kembali. Ini lantaran terjadi pergesaran budaya dan orientasi tontotan yang ekstrim di masyarakat. Lebih-lebih dengan serbuan pudaya pop yang ringan, instan, dan gampang ditiru. Padahal, sebelumnya setiap warga Betawi yang menggelar sunatan atau kawinan, pestanya selalu dimeriahkan dengan menanggap wayang.
Surutnya pedalangan Betawi juga diperparah dengan sikap para dalang yang enggan bergabung dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi). Padahal, bergabung dengan Pepadi setiap dalang bisa saling bertukar pikiran dan pengalaman. Ditambah lagi, para dalang Betawi umumnya berpendidikan rendah dan buta tentang lakon Mahabarata dan Ramayana. Kendati demikian, dalang Betawi umumnya mahir dalam mengemas nilai-nilai filosofis dan kritik sosial.
Keterpurukan pedalangan Betawi juga diperparah dengan generasi mudanya yang acuh dan tak peduli. Wayang Betawi hanya tinggal kenangan para orangtua yang sudah uzur. Ironis memang, Wayang Betawi hanya dikenal oleh orangtua yang usianya di atas 50 tahun.
Sejarah mencatat, Wayang Betawi adalah sisa-sisa peninggalan Sultan Agung ketika menyerang Batavia pada Abad 17. Ketika itu Batavia diperintah Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen. Sultan Agung yang ketika itu Raja Demak dikenal juga sebagai pimpinan yang menekankan nilai-nilai Islam lewat gamelan dan wayang. Di Solo, dikenal dengan Gamelan Sekaten. Gamelan ini dikenal sebagai medium penyebaran Islam.
Menurut pengamat seni budaya Betawi Rachmat Ruchiat, wayang Betawi berkembang pesat setelah prajurut Sultang Agung yang ikut menyerang Batavia lebih memilih menetap. Kalah perang, mengakibatkan prajurit Sultan Agung itu tidak berani kembali ke Mataram. Selanjutnya, selama menetap di Batavia, prajurit itu mengembangkan wayang sebagai salah satu bentuk kesenian Jawa yang dikuasai sebelumnya. Lantaran itu dalam perkembangannya bentuk wayang kulit Betawi mirip dengan wayang kulit Jawa. Namun, perangkat pendukung lainnya mendapat pengaruh dari kesenian Sunda.
Pada masa lampau, pertunjukan Wayang Betawi diiringi gamelan yang sangat sederhana. Gamelan terbuat dari bambu, mirip calung Banyumas. Seiring dengan perkembangan zaman, mulai 1925 bahan gamelan pun kemudian terbuat dari logam, seperti terompet, saron, gambang, kromong, gedemung, kempul, kecrek dan gong. Sedangkan lakon Wayang Betawi banyak mengolah Punakawan sebagai tokoh utamanya. Wayang Betawi juga menempatkan Semar sebagai tokoh yang sakral, yang tak pernah kalah dan pantang dihina.
Sisa-sisa kejayaan Wayang Betawi kini masih bisa ditemui di beberapa wilayah di di Ibu Kota. Jakarta Timur paling banyak memiliki grup pedalangan, di antaranya di kelurahan Cijantung, Munjul, Ciracas, Gedong, Cakung dan Pulo Jahe. Sedangkan di Jakarta Selatan masih bisa ditemui di Jagakarsa dan Kebagusan. Sedangkan di Jakarta Barat masih bisa ditemukan di Kelurahan Cengkareng dan Kali Deres. Wayang Betawi juga masih bisa dicari jejaknya di Bogor, Bekasi, dan Tangerang.
Sebelum Wayang Betawi benar-benar punah, tak ada salahnya bila Dinas Kebudayaan Jakarta kembali peduli, mendata, atau mungkin kembali menggelar festival seperti pada 1980. Paling tidak publikasi keberadaan Wayang Betawi akan kembali melahirkan semangat baru, atau mungkin juga melahirkan dalang baru.
Thursday, October 8, 2009
Miniatur ondel-ondel cenderamata khas jakarta
Secara harfiah bentuk ondel-ondel aslinya adalah berupa boneka besar yang tingginya sekitar +/- 2,5 m dengan garis tengah +/- 80 cm, terbuat dari anyaman bambu yang dibentuk begitu rupa sehingga mudah dipikul karena ondel-ondel digerakan oleh orang yang berada didalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala terbuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat warna merah, sementara ondel-ondel perempuan dicat dengan warna putih.
Di arena Jakarta Fair Kemayoran 2009 anda pun akan dapat melihat bahkan membeli ondel-ondel itu. Namun ondel-ondel ini berbentuk mini karena terbuat dari kayu. Berada di hall B stand dari Dinas Sosial DKI Jakarta ini menampilkan berbagai kerajinan tangan hand made yang dikerjakan oleh saudara kita yang memiliki keterbatasan. Berupa ondel-ondel mini dengan berbagai gaya dijual dengan harga @ Rp 5.000 sampai @ Rp 135.000.
http://www.jakartafair.biz/index.php?mid=388&lvl=2
Lagu Adat Betawi
JALI-JALI
ini dia si jali-jali
lagunya enak lagunya enak merdu sekali
capek sedikit tidak perduli sayang
asalkan tuan asalkan tuan senang di hati
palinglah enak si mangga udang
hei sayang disayang pohonnya tinggi pohonnya tinggi buahnya jarang
palinglah enak si orang bujang sayang
kemana pergi kemana pergi tiada yang m'larang
disana gunung disini gunung
hei sayang disayang ditengah tengah ditengah tengah kembang melati
disana bingung disini bingung sayang
samalah sama samalah sama menaruh hati
jalilah jali dari cikini sayang
jali-jali dari cikini jalilah jali sampai disini
KICIR-KICIRkicir kicir ini lagunya
lagu lama ya tuan dari jakarta
saya menyanyi ya tuan memang sengaja
untuk menghibur menghibur hati nan duka
burung dara burung merpati
terbang cepat ya tuan tiada tara
bilalah kita ya tuan suka menyanyi
badanlah sehat ya tuan hati gembira
buah mangga enak rasanya
si manalagi ya tuan paling ternama
siapa saja ya tuan rajin bekerja
pasti menjadi menjadi warga berguna
http://www.tembang.com/
Bahasa Betawi
Bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia (bew) adalah sebuah bahasa yang merupakan anak bahasa dari Melayu. Mereka yang menggunakan bahasa ini dinamakan orang Betawi. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah tempat bahasa ini dikembangkan, yaitu Jakarta.
Bahasa Betawi adalah bahasa kreol (Siregar, 2005) yang didasarkan pada bahasa Melayu Pasar ditambah dengan unsur-unsur bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Jawa, bahasa dari Cina Selatan (terutama bahasa Hokkian), bahasa Arab, serta bahasa dari Eropa, terutama bahasa Belanda dan bahasa Portugis. Bahasa ini pada awalnya dipakai oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah pada masa-masa awal perkembangan Jakarta. Komunitas budak serta pedagang yang paling sering menggunakannya. Karena berkembang secara alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya dari bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik penciri yang dapat dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran -in (pengaruh bahasa Bali), serta peralihan bunyi /a/ terbuka di akhir kata menjadi /e/ atau /ɛ/ pada beberapa dialek lokal.
Di bawah ini adalah beberapa kata dalam Bahasa Betawi dan artinya dalam bahasa Indonesia:
- siape = siapa
- ape = apa
- ade = ada
- aye = saya
- aje = saja
- Jakarte = Jakarta
- pastinye = pastinya
- katanye = katanya
- gile = gila
- ke mane = ke mana
- di mane = di mana
- sigit = masjid (berasal dari kata masigit dalam bahasa Sunda)
Tokoh
Tokoh-tokoh bahasa Betawi modern:
- Firman Muntaco, yang terkenal dengan cerpen/artikel di koran tahun 1960an s/d 1980an
- Ganes T.H., yang terkenal dengan komik "Si-Jampang: Jago Betawi" yang isinya berbahasa betawi, tahun 1965an
- Benyamin Sueb, yang terkenal memainkan film-film yang bergenre "bahasa Betawi", tahun 1970an
- Syumanjaya, yang terkenal sebagai sutradara film "Si Doel: Anak Betawi", tahun 1970an
Bacaan
Semua tokoh diatas menyumbang SASTRA BARU, yaitu "Sastra Betawi" (Betawi Literature). Jadi tokoh sastra akademis yang berjuang bagi "Sastra Betawi" adalah:
- Muhadjir (1979 dan 2002)
- K. Ikranegara (1980). Melayu Betawi Grammar. Linguistic Studies in Indonesian and Languages in Indonesia 9. Jakarta: NUSA.
- S. Wallace (1976). Linguistic and Social Dimensions of Phonological Variation in Jakarta Malay. PhD. Dissertation, Cornell University.
- Klarijn Loven (2009). Watching Si Doel: Television, Language and Cultural Identity in Contemporary Indonesia, 477 halaman, ISBN-10: 90-6718-279-6. Penerbit: The KITLV/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies at Leiden.
- Lilie M. Roosman (April 2006). Lilie Roosman: Phonetic experiments on the word and sentence prosody of Betawi Malay and Toba Batak, Penerbit: Universiteit Leiden
Buku-buku yang menjadi pastokan "Sastra Betawi" adalah:
- Bang Bandot Mati Lantaran Aids (Juli 2008 - Program Kerja Sama Dep-Sos)
- Buku lainnya yang penting dalam ilmu makna adalah: Pengantar Sosiolinguistik. (Aslinda, dan Syafyahya, Leni. 2007. Bandung: PT. Refika Aditama)
Acara televisi
Acara TV (Televisi) yang menjadi pastokan "Sastra Betawi" adalah:
Program JAK-TV (BANDAR-JAKARTA)http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Betawi
Tradisi Betawi : Nujuh Bulan
Nujuh Bulan ini bernuansa Islam, oleh sebab itu dalam Nujuh Bulan ini dilakukan pembacaan tahlil. Dalam kenduri ini dibacakan surat Yusuf, surat Mariam dan Surat Ar-Rahman. Ketiga surat ini dibacakan oleh tujuh orang pada waktu yang bersamaan sedangkan orang yang lain yang datang pada kenduri ini membaca surat-surat pendek lainnya. Setelah pembacaan ketiga surat itu, baru dilanjutkan dengan tahlilan bersama-sama. Nujuh Bulan ini mempunyai tujuan sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas peristiwa penting dalam kehidupan perempuan dewasa yang sedang hamil yang kelak nantinya ia akan menjadi seorang ibu, atau syukur terhadap anugrah berupa kehamilan istri atau karunia akan didapatkan ananda tercinta.
Dalam Nujuh Bulan ini selalu ada rujakan. Rujak ini terdiri dari tujuh macam buah-buahan, buah delima merupakan buah pokok dalam rujakan ini sedangkan campuran buah lainnya yang sering digunakan adalah, kelapa muda, jeruk bali, anggur, apel, nanas, mangga atau bisa juga diganti dengan buah yang lainnya.
http://budaya-betawi.blogspot.com/2008/02/nujuh-bulan.html
Ondel-ondel kerajinan tangan betawi
Ondel-ondel merupakan hasil dari kebudayaan Betawi yang berupa boneka besar yang tingginya mencapai sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, boneka ini dibuat dari anyaman bambu yang dibuat agar dapat dipikul dari dalam oleh orang yang membawanya. Boneka tersebut dipakai dan dimainkan oleh orang yang membawanya. Pada wajahnya berupa topeng atau kedok yang dipakaikan ke anyaman bamboo tersebut, dengan kepala yang diberi rambut dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya di cat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan dicat dengan warna putih.
Jenis pertunjukan ini diduga sudah ada sebelum tersebarnya agama Islam di pulau Jawa dan juga terdapat di berbagai daerah dengan pertunjukkan yang sejenis. Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali dikenal dengan nama Barong Landung.
Awal mulanya pertunjukan ondel-ondel ini berfungsi sebagai penolak bala dari gangguan roh halus yang mengganggu. Namun semakin lama tradisi tersebut berubah menjadi hal yang sangat bagus untuk dipertontonkan, dan kebanyakan acara tersebut kini di adakan pada acara penyambutan tamu terhormat, dan untuk menyemarakkan pesta-pesta rakyat serta peresmian gedung yang baru selesai dibangun.
Disamping untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, “Ngamen”. Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru, baik masehi maupun Imlek. Sasaran pada perayaan Tahun Baru Masehi daerah Menteng, yang banyak dihuni orang-orang Kristen.Pendukung utama kesenian ondel-ondel petani yang termasuk “abangan”, khususnya yang terdapat di daerah pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya.
http://www.swaberita.com/2008/05/27/nusantara/ondel-ondel-betawi.html